Jumat, 20 Oktober 2017

Perkembangan Asuransi Berbasis Digital

   



Teknologi digital sudah merambah semua sektor bisnis di Indonesia, termasuk asuransi. Saat ini sudah banyak perusahaan asuransi yang memanfaatkan teknologi digital untuk menawarkan produk, mengisi aplikasi polis, pengiriman polis, hingga perekrutan agen. Semua aktivitas tersebut dilakukan secara online.

Tak bisa dimungkiri, teknologi digital telah memunculkan revolusi bagaimana bisnis dijalankan. Kehadiran teknologi digital pun memberi kemudahan bagi pelaku usaha dan konsumen, termasuk kemudahan dalam memilih produk asuransi. Semua keperluan untuk urusan asuransi bisa dilakukan lewat internet, baik dengan personal computer (PC) maupun telepon pintar (smartphone).

Produk asuransi digital (digital insurance), atau disebut sebagai produk asuransi yang dipasarkan atau didistribusikan melalui media digital, semakin banyak ditawarkan perusahaan asuransi. Mengikuti perkembangan di mancanegara, tren pembelian produk asuransi digital di Indonesia juga meningkat. Hal ini didorong pemanfaatan teknologi digital yang semakin dalam dan meluas di dunia bisnis.

Menggeliatnya asuransi digital di Indonesia ini tak lepas dari makin tingginya penetrasi internet dan smartphone. Indonesia adalah negara ke-6 terbesar pengguna internet di dunia. Berdasarkan hasil riset pada Maret 2015, pengguna internet di Indonesia sebanyak 88,1 juta jiwa, atau sekitar 35 persen dari total penduduk. Jumlah itu akan terus meningkat.

Sementara itu, saat ini ada 46 juta pengguna aktif smartphone di Indonesia. Bahkan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia diperkirakan lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebanyak itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.

Seiring pesatnya pemanfaatan teknologi digital di Indonesia, penjualan produk asuransi digital diprediksi bakal terus meningkat. Alternatif produk asuransi yang ditawarkan pun akan makin beragam. Perusahaan asuransi juga berlomba-lomba memberikan layanan terbaik. Pelayanan dalam bentuk situs di internet bukan lagi sebagai penyedia informasi semata. Seluruh transaksi pembelian hingga klaim sudah dapat dilakukan hanya dengan mengakses situs tersebut di PC maupun smartphone.

Peluang bisnis yang besar ini juga ditunjang oleh adanya kelebihan asuransi digital dibanding asuransi konvensional. Jika dalam asuransi konvensional setiap nasabah akan mendapatkan buku polis yang memiliki berpuluh-puluh lembar halaman dan tentunya akan memakan biaya produksi, asuransi digital membuang hal tersebut. Seluruh syarat dan ketentuan akan ditayangkan melalui menu di dalam sebuah web, yang tentunya dapat dibaca kembali kapan saja dan dimana saja melalui perangkat PC maupun smartphone.

Nasabah yang ingin membeli produk asuransi digital juga tidak perlu lagi berurusan dengan agen asuransi yang tak jarang membuat suasana kurang nyaman. Nasabah dapat melakukan pembelian sendiri hanya dengan mengakses situs asuransi digital. Dari dua aspek tersebut, jelas bahwa asuransi digital memiliki kelebihan dalam urusan biaya produksi yang sudah dipangkas, dan akan berimbas dengan harga premi yang semakin murah.

Potensi industri asuransi di Indonesia masih besar. Hal ini bisa dilihat masih rendahnya tingkat penetrasi industri asuransi konvensional yang hingga akhir 2015 mencapai 1,6 persen. Angka tersebut merupakan perbandingan antara total premi bruto asuransi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Capaian tersebut masih jauh tertinggal dibanding anggota negara Asean lainnya, seperti Singapura (6,8 persen), Malaysia (4,1 persen), Filipina (2,3 persen), dan Thailand (2,2 persen).

Rendahnya penetrasi asuransi ini dapat dilihat sebagai peluang besar untuk digarap oleh para pelaku di industri jasa keuangan asuransi. Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN dan menjadi yang keempat terbesar di dunia. Pertumbuhan kelas menengah yang tinggi yang mulai membutuhkan layanan beyond banking, khususnya pelayanan produk asuransi untuk melindungi harta bendanya, merupakan potensi pasar yang menjanjikan.

Pangsa pasar asuransi di Indonesia masih terbuka lebar. Indonesia memiliki pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang sangat besar, yakni sekitar 58 juta unit usaha. Jumlah itu diyakini terus tumbuh setiap tahunnya. Indonesia juga memiliki lahan pertanian dan peternakan yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Hal ini tentunya memerlukan perlindungan asuransi untuk menjamin kelangsungan usaha ketika risiko terjadi.

Namun, di balik potensi pasar yang besar itu, industri asuransi masih butuh dukungan regulasi. Untuk mengembangkan asuransi digital, hingga kini belum ada aturan tentang pemanfaatan digital di asuransi, misalnya e-polis. Aturan yang dibuat, selain mengatur perilaku pelaku industri asuransi, tentunya juga harus mencakup perlindungan bagi nasabah.

Sumber: beritasatu.com